Jakarta - Google hari ini turut memperingati hari kemerdekaan Indonesia dengan temadoodle berupa perlombaan balap karung dan lomba makan krupuk khas perayaan HUT RI setiap tanggal 17 Agustus.
Terbebas dari penjajahan, berdiri di atas kaki sendiri, dan berhak menentukan masa depan tanpa campur tangan siapa pun, adalah impian bangsa yang merdeka. Namun, benarkah kita telah benar-benar merdeka, dan memerdekakan orang-orang di sekitar kita sepanjang kemerdekaan yang hampir berusia 7 dasawarsa ini?
Mudah saja kita temui, bahkan mungkin kita termasuk sebagai pelakunya, orang-orang yang memaksakan kebenaran sendiri di atas kebenaran orang lain. Bukan, ini bukan hanya masalah intimidasi yang dilakukan kelompok tertentu terhadap kelompok yang bertentangan dengan paham mereka. Bukan hanya pula masalah kaum minoritas yang harus mengalah pada kekuasaan.
Pemerintah yang bekerja bukan demi rakyat, melainkan demi menyelamatkan mereka yang sudah terlanjur masuk dalam gerbong kepentingan. Kalangan cendekiawan yang hanya bisa mengkritik namun tak mau terlibat dalam perubahan besar bangsa; yang begitu tajam ketika berada di lingkaran luar, namun menumpul ketika masuk dalam lingkaran kekuasaan.
Pemodal yang memaksa buruhnya bekerja melebihi kapasitas semestinya. Pekerja yang hanya bisa menuntut hak tanpa mengimbangi dengan kerja yang setimpal. Pegawai yang menggunakan uang atau fasilitas yang bukan haknya.
Media yang menghitamkan kalangan tertentu hanya demi mencari sensasi. Tokoh agama yang menyebarkan kebencian terhadap umat lain, padahal tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kebencian. Rakyat yang hanya mengikuti arus, tanpa peduli arus tersebut benar atau salah —yang penting sesuai dengan mayoritas pendapat, yang penting meriah—.
Disadari atau tidak, ada satu titik ketika ‘kemerdekaan’ yang kita usung, adalah dengan memasung kemerdekaan orang lain. Kebebasan kita dalam menjalani hidup, berarti berhak mengekang orang lain. Padahal, hakikat kemerdekaan tentu bukan demikian.
Apalah arti membanggakan diri, merayakan kemerdekaan Indonesia, entah itu dengan mengikuti upacara bendera, atau membuat status facebook, jika tidak diimbangi dengan kepekaan terhadap sesama? Apalah arti merdeka, jika di sebelah, masih ada orang yang terluka oleh diri kita?
Sepanjang hidup kita menggemakan ucapan ‘Bhinneka Tunggal Ika’. Benarkah kita sudah menghargai seluruh perbedaan? Benarkah kita tak pernah mengunggulkan diri sendiri di atas orang lain? Benarkah kita akan membantu —tidak cukup hanya dengan menangis dan bersimpati— ketika ada orang lain —yang sukunya berbeda, yang agamanya berbeda, yang status sosialnya berbeda—- tengah menderita dan membutuhkan uluran tangan?
67 tahun lalu, para bapak bangsa berhasil membawa Indonesia terbebas dari penjajahan fisik; merdeka dari kungkungan bangsa lain. Dan hari ini, kala menitikkan air mata mendengarkan lagu Indonesia Raya, kala rasa bangga meletup melihat bendera merah-putih dikibarkan kita termasuk ke dalam orang-orang yang merdeka, dan berbagi kemerdekaan hidup dengan siapa pun di sekeliling tanpa kecuali.
Indonesia cuma satu; dan alangkah indahnya jika kita membuktikan bangsa ini memang benar-benar satu.
No comments:
Post a Comment