Jakarta - Ponsel Nexus 4 yang diproduksi LG untuk Google direncanakan masuk Indonesia tahun ini. Namun sebelum itu terlaksana, vendor asal Korea Selatan ini coba melakukan pemanasan terlebih dulu dengan menghadirkan ponsel layar lebar Optimus Vu.
"Nexus 4 akan masuk Indonesia sekitar November. Spesifikasinya ada beberapa yang mirip Optimus Vu. Harganya nanti di atas Rp 5 jutaan," kata Denny Muliawardhana, National Sales Head of LG Mobile Indonesia, usai peluncuran Optimus Vu di Fx Lifestyle Center, Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Ia sendiri masih belum mau membeberkan lebih jauh mengenai Nexus 4, baik tentang harga pastinya maupun spesifikasi yang terbilang mirip dengan Optimus Vu. Namun di situs Carphone Warehouse, ponsel ini telah dibanderol 390 GBP atau sekitar Rp 6,3 juta.
Sementara Optimus Vu sendiri memiliki spesifikasi layar 5 inch yang didukung dengan sistem operasi berbasis Android Ice Cream Sandwich.
Dengan ukuran layar sebesar 139,6 x 90,4 x 8,55 mm dan berat 168 gram, smartphone ini tampil dengan rasio layar 4:3 dan didukung oleh prosesor quad-core 1.5 GHz NVIDIA 4-Plus 1, serta kamera 8MP.
"Keunggulan prosesor empat inti di ponsel ini adalah memberikan kecepatan respon tinggi, sekaligus hemat konsumsi baterai," ujar Chorung Cho, Head of LG Mobile Indonesia, di kesempatan yang sama.
LG Optimus Vu juga ditujukan untuk memberikan pengalaman visual terbaik bagi penggunanya. "Sebagai smartphone pertama dengan rasio layar 4:3, LG Optimus Vu menyatukan antara tablet dan smartphone untuk memberikan pengalaman terbaik menggunakan perangkat pintar," paparnya.
Optimus Vu juga menyematkan kamera utama yang bersensor 8MP dan kamera depan 1,3MP. Fitur Smart Share juga disematkan di smartphone ini yang memungkinkan pengguna dapat memindahkan data tanpa sambungan wireless ke berbagai perangkat, seperti PC, smartphone, maupun smart TV.
Smartphone yang dibanderol Rp 5,5 juta ini juga memberikan ruang penyimpan data digital yang cukup besar, yaitu sebesar 32 GB.
Tuesday, 30 October 2012
Bisakan Windows 8 Sukses Seperti Windows XP dan 7 ?
Sales Development Manager, MNC Indonesia AMD Far East Ltd, Victor Herlianto, mengatakan bahwa penerimaan konsumen terhadap Windows 8 baru bisa terlihat mulai 2013 nanti.
"Sekarang posisi kami wait and see. Kehadiran Windows 8 bisa membuat pasar PC semakin menarik dan kembali bergairah, terlebih lagi karena setiap tahun produsen PC punya produk baru," tutur Victor di Bloeming, FX Lifestyle Center, Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Dengan konsep touch dan hybrid, Windows 8 menurutnya telah membuka peluang bagi para vendor komputer dan prosesor untuk mengeluarkan variasi produk baru.
Produk hybrid seperti perpaduan notebook dan tablet pun diprediksi bakal meramaikan perangkat berbasis sistem operasi besutan Microsoft tersebut. Tak hanya itu, kehadiran Windows 8 diprediksi akan memicu munculnya tren perangkat hybrid pada tahun depan.
"Tahun depan, tren bisa saja bergeser dari notebook ke hybrid. Perangkat hybrid itu bisa menjadi notebook dan tablet sekaligus," ungkap IT Business Director Samsung Electronics, Sung Khiun, di kesempatan yang sama.
Samsung pun menyatakan akan terus menghadirkan produk hybrid pada tahun depan. Terlebih lagi, perusahaan asal Korea Selatan itu mengungkapkan optimismenya dengan kehadiran Windows 8.
"Samsung pasti akan kembali menyiapkan produk hybrid pada tahun depan. Selain itu, kami juga optimistis dengan kehadiran Windows 8," jelas Shung.
Samsung yang mengutip data IDC mengatakan pasar PC pada tahun ini bisa mencapai 3,8 juta. "Tahun depan bisa naik menjadi 4,1 juta dan Samsung ingin menjadi top 3 di segmen ini dengan pangsa pasar terbesar di segmen high end," pungkas Shung.
Monday, 29 October 2012
Trik Jitu Membuat Jumlah Komentar Palsu
Salam blogger, pada posting kali ini saya akan sedikit berbagi ilmu blogger yang telihat curang. Kenapa saya sebut curang, karena posting ini berisi tutorial blogger yang berguna untuk menghandle masalah yang terjadi di blog anda, lebih jelasnya lagi yaitu kita akan membuat jumlah komentar yang palsu jika dimana blog kita tak kunjung dikomentari orang. Nah, dengan posting ini blog anda akan sedikit berevolusi dari tidak terdapat comment menjadi banyak comment dan juga akan sedikit mempercantik keadaan blog.
Oke langsung saja, Tutorial Membuat Jumlah Komentar Palsu:
1. Log in ke account blogger sobat
2. klik menu Template
3. kemudian pilih Edit Html
4. pilih lanjutkan untuk masuk ke Setup Html
5. setelah masuk jangan lupa centang kotak kecil di pojok kiri yang
bertuliskan "expand template widget"
6. cari kode ]]></b:skin>
gunakan ctrl+f agar lebih mudah
7. copy kode dibawah ini lalu paste di atas kode ]]></b:skin>
a.comment-link:before{content:"10";}
8. Simpan Template
Gimana mudah kan, silahkan dipraktekan di blog anda.
5 Pemilik Payudara Terseksi Di Dunia (Versi 1)
1. Katy Perry
Sebenarnya awalnya tidak disadari bahwa wanita bertubuh mungil ini memiliki payudaya besar dan indah. Hal itu baru terungkap setelah dia melakukan pose topless untuk majalah Rolling Stone . Itu cukup mengejutkan mengingat tubuhnya yang kecil, tetapi memiliki payudara yang cukup besar. Ukuran bra atau payudara Katy Perry adalah 32D.
2. Scarlett Johansson
Kata ‘luwes’ muncul saat menjelaskan anggota tubuh Scarlett Johansson. Payudara Scarlett tidak besar dan aneh seperti Heidi Montag. Tetapi buah dadanya seolah sudah ditempatkan oleh Tuhan dengan porsi yang pas. diduga karena itulah dia mendapatkan peran Black Widows dalam ‘Avengers’. Ukuran bra atau payudara Scarlett Johansson adalah 34DD.
3. Kim Kardashian
Asli atau palsu? Itu pertanyaan yang berkembang seputar payudara bintang muda ini. Tapi, tidak perlu asli atau tidak. Jika benar payudara bintang reality show itu palsu, maka dokter bedah plastiknya layak mendapatkan bonus, karena telah melakukan pekerjaan yang baik. Semuanya bekerja pada payudara, pinggul, pantat, hingga rambut panjang Kim Kardashian. dia bak puteri Jasmine di dalam dunia nyata. Ukuran bra atau payudara Kim Kardashian adalah 32DD.
4. Jennifer Love Hewitt (JLH)
Jennifer Love Hewitt mungkin pernah punya masalah tubuh beberapa waktu lalu. Tapi satu hal yang tetap: ukuran cangkir. Jennifer sering bermain-main aset tubuhnya dalam setiap memilih baju. “Saya hanya menerima payudara sebagai aksesori besar untuk setiap baju,” kata JLH. Ukuran bra atau payudara Jennifer Love Hewitt (JLH) adalah 36C.
5. Halle Berry
Berapa usia Halle Berry? Tak peduli berapa usianya, diyakini bahwa payudaranya masuk jajaran terbaik di Hollywood. Bahkan, meski sudah melahirkan seorang bayi perempuan, payudaranya masih tetap seksi. Ukuran bra atau payudara Halle Berry adalah 36C.
Sunday, 28 October 2012
Waduh! Sejuta Data Facebooker Cuma Dihargai Rp 48 Ribu
Blogger dan aktivis digital-right dari Bulgaria, Bogomil Shopov lah yang mendapatkan data penting tersebut. Untuk ini, ia hanya mengeluarkan uang USD 5 atau Rp 48.000 (USD 1=Rp 9.600).
"Aku baru saja membeli lebih dari 1 juta data entri Facebook. OMG!" tulisnya di blog seperti dikutip OKI PUTERA UTOMO dari NBCNews, pada Senin (29/10/2012).
Shopov juga mengatakan bahwa data itu berisikan nama, user ID dan alamat email. Ia membelinya dari seorang user bernama 'Mertem' di Gigbucks.
Lantas dari mana informasi penting itu terkumpul? "Informasi di daftar ini dikumpulkan melalui aplikasi Facebook dan hanya terdiri dari pengguna Facebook aktif, sebagian besar dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Eropa," demikian jelas Mertem.
Facebook pun menyadari aksi tersebut dan segera melakukan tindakan. "Kami memiliki teknisi dan tim keamanan untuk meninjau aksi tersebut dan mengambil tindakan secara agresif," tulis Facebook dalam pernyataannya. Situs jejaring raksasa itu pun meminta sang blogger untuk mengirimkan file tersebut dan menghapusnya.
'Senjata' Baru Asus Berbasis Windows 8
Salah satunya adalah Asus, pabrikan asal Taiwan ini memperkenalkan jajaran 'senjata' terbarunya yang berbasis Windows 8.
"Kita punya untuk beragam segmen mulai dari atas sampai paling bawah. Segmen menengah ke bawah, kita punya VivoBook. Untuk yang menginginkan notebook sekaligus tablet, kita punya VivoTab. Sedangkan kelas premium ada Asus Taichi," ujar Bussiness Development Manager Asus Indonesia, Juliana Cen, di Jakarta, Senin (29/10/2012).
Dijelaskan Juliana, VivoBook akan hadir dalam berbagai versi, yakni S200 dengan layar 11,6 inch dan S400 dengan layar 14 inch. Keduanya sudah didukung dengan touchscreen pada layarnya.
Produk yang diperkuat oleh pilihan prosesor mulai dari Intel Dual Core sampai Core i3/i5 tersebut tersedia dalam pilihan layar 11,6 inch (untuk VivoBook S200) dan 14 inch (untuk VivoBook S400).
"Di layar sentuhnya kita punya smart gesture, yang mempunyai kelebihan intutive touch, quick response, high sensitivy, dan noise reduction," tambah Juliana.
Dia juga menambahkan, VivoBook S200 dan S400 juga hadir dengan media penyimpanan cloud yakni WebStorage sebesar 32 GB yang bisa dinikmati secara cuma-cuma selama 3 tahun.
Fasilitas ini melengkapi penyimpanan hardisk berkapasitas hingga 500 GB atau 500 GB + 24 GB Solid State Drive (untuk VivoBook S400) yang disediakan.
Selain VivoBook, Asus juga memperkenalkan VivoTab RT, tablet berbasis Windows RT pertamanya. VivoTab RT memiliki fitur mobile dock yang mengubah tablet menjadi notebook.
VivoTab RT sendiri diperkuat oleh prosesor quad core bertenaga yakni Nvidia Tegra 3 untuk menghadirkan pengalaman responsif dan mulus saat menjalankan Windows RT.
"Soal harga, Vivobook dibanderol dengan harga mulai dari USD 479, sementara S400 dipasarkan mulai dari harga kisaran USD 699, tergantung spesifikasi yang digunakan," tandas Juliana.
Saturday, 27 October 2012
KELOMPOKTANI SEBAGAI WADAH PARTISIPASI PETANI
Sektor pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan daerah Provinsi Jambi sehingga keberadaan petani sebagai bagian dari pelaku pembangunan menjadi sangat strategis. Upaya peningkatan kesejahteraan petani hanya dapat dilakukan apabila petani memiliki posisi tawar yang kuat dalam proses penetapan kebijakan pembangunan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila petani mempunyai wadah kekuatan bersama yang mapan. Salah satu wadah yang dapat digunakan adalah kelompoktani. Kelompoktani hendaknya tidak saja difungsikan sebagai wadah kerjasama kegiatan usahatani tetapi sekaligus menjadi ajang latihan berorganisasi bagi petani agar dapat berperan lebih baik pada organisasi yang lebih besar. Dengan cara ini diharapkan kelompoktani menjadi salah satu kekuatan sosial dalam pembangunan pertanian. Keberadaan sebagian besar kelompoktani yang ada saat ini belum memperlihatkan wajah yang menggembirakan. Sejumlah kendala sosial budaya masyaraka serta kesalahan dalam pembinaan menjadi faktor penghambat tumbuh dan berkembangnya kelompoktani secara sehat. Oleh karena itu untuk lebih memfungsikan kelompoktani sebagai salah satu wadah partisipasi petani dalam proses pembangunan perlu diterapkan strategi penumbuhan dan pembinaan kelompoktani yang lebih mengandalkan prinsip-prinsip pemberdayaan dengan memperhatikan berbagai aspek budaya masyarakat.
Pendahuluan
Pertanian masih menjadi tulang punggung pembangunan daerah Provinsi Jambi. Hasil Sensus Pertanian tahun 2003 menunjukkan bahwa 64,4% dari seluruh tenaga kerja di wilayah ini menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hanya saja masih terlihat adanya kepincangan dalam kesejahteraan karena jumlah tenaga kerja tersebut hanya menghasilkan 28,29% dari total PDRB (Anonim, 2005). Ini menunjukkan bahwa petani, terutama petani kecil, belum sepenuhnya menikmati hasil pembangunan, yang merupakan salah satu dari tiga kriteria partisipasi dalam pembangunan yaitu: menetapkan sasaran; pelaksanaan kegiatan; dan menikmati hasil pembangunan. Dari ketiga aspek ini, aspek pertama merupakan yang paling penting karena pada tahap ini beneficiary (kelompok sasaran) mendapat kesempatan untuk membuat pilihan terhadap program-program yang lebih berpihak kepada kepentingan mereka. Untuk memungkinkan partisipasi petani kecil dalam proses penetapan sasaran pembangunan perlu adanya wadah yang dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining power) mereka. Hal ini tidak mungkin dilakukan secara individu tetapi harus melalui kekuatan bersama yang terorganisir secara baik.
Kelompoktani merupakan salah wadah ideal untuk menyatukan kekuatan bersama petani yang dapat digunakan untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Penggunaan istilah kelompoktani sesungguhnya hanya sekedar untuk menggambarkan bahwa organisasi tersebut adalah milik petani. Dalam prakteknya organisasi ini dapat dengan nama apa saja tetapi prinsip penumbuhan dan pengembangannya mengikuti proses apa yang dilakukan pada kelompoktani. Hal itu yang akan diuraikan secara singkat pada bahasan berikut ini. Disamping itu pada bagian awal akan dijelaskan secara teoritis mengenai peran strategis kelompoktani dalam pembangunan.
Partisipasi dalam Pembangunan
Korten (1980) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses dengan mana suatu kelompok masyarakat meningkatkan kemampuan diri dan kelembagaan mereka untuk menggerakan dan mengelola sumberdaya untuk menciptakan kemajuan yang merata dan berkelanjutan terhadap kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri. Menggerakkan kemajuan secara swadaya merupakan tujuan utama dari suatu kegiatan pembangunan (Gow dan Morss, 1988). Efektifitas suatu program pembangunan terlihat dari sejauhmana program tersebut dapat berkelanjutan. Tacconi dan Tisdell (1992) melihat keberlanjutan proyek sebagai kemampuan proyek dalam memberikan manfaat yang berkelanjutan kepada kelompok sasaran, baik selama pelaksanaan maupun purna proyek. Hal ini memerlukan perhatian menyeluruh yang mencakup faktor ekologi, budaya dan kelembagaan. Oleh karenanya untuk mendapatkan proyek yang berkelanjutan, bersamaan dengan pembangunan fisik dalam pelaksanaan proyek, maka diperlukan peningkatan kapasitas sosial masyarakat pada setiap tahapan pembangunan.
Belajar dari proyek pembangunan pedesaan di beberapa negara berkembang, Tacconi dan Tisdell (1992) mencatat bahwa pendekatan cetak biru, dimana proyek diarahkan hanya untuk mendorong peningkatan produksi melalui peningkatan bantuan dan pelayanan, cenderung menciptakan proyek yang diintroduksi oleh orang luar daripada mengakomodasi keiinginan masyarakat setempat. Dengan pendekatan ini keberlanjutan proyek akan sulit dicapai. Oleh karena itu para ahli sepakat bahwa partisipasi peserta proyek merupakan suatu kebutuhan dalam mencapai keberlanjutan suatu program pembangunan (AIDAB, 1991; Chamala, 1995; Gow dan Morss, 1988; Korten, 1980; Paul, 1989; Petch dan Pleasant, 1994).
PBB mengajukan suatu pendekatan untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan dikenal dengan istilah popular participation, yang mengacu pada tiga aspek saling terkait: (i) persamaan kesempatan dalam menikmati hasil pembangunan; (ii) pemerataan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan pembanguan; dan (iii) pemerataan keterlibatan dalam proses pengabilan kebijakan pembangunan. Yang perlu digarisbawahi bahwa partisipasi dalam perencanaan merupakan tahap yang paling penting karena hal ini memberi arti pada kegiatan yang lebih luas daripada hanya sekedar membuat pilihan dari program yang telah dipersiapkan oleh pemerintah. Proses perencanaan ini meliputi tiga tahap: (i) memilih alternatif yang disiapkan; (ii) menentukan cara yang terbaik untuk menerapkan keputusan yang telah ditetapkan; serta (iii) mengevaluasi tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan (the United Nations, 1981). Untuk itu jangan berharap petani dapat berpartisipasi dalam pembangunan apabila mereka tidak didorong untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka.
Menumbuhkan keberanian masyarakat mengutarakan pendapat mereka merupakan kunci keberhasilan partisipasi dalam perencanaan. Oleh karena itu Rahman (1990) menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat untuk mampu menjelaskan dan mengutarakan arti pembangunan sosial bagi mereka sesungguhnya merupakan inti dari pembangunan sosial itu sendiri. Untuk melihat sejauh mana pemberdayaan itu dapat ditumbuhkan dapat dilihat dari tiga faktor: (1) Organisasi bagi anggota masyarakat, meliputi kemampuan mereka dalam mengelola organisasi dan menjalin kerjasama dengan organisasi lain; (2) Kewaspadaan sosial (social awardeness), yaitu pengertian masyarakat terhadap fungsi mereka dalam lingkungan sosialnya. Pengertian ini diperlukan untuk meningkatkan rasa kesetaraan antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya; (3) Rasa percaya diri (self reliance), yaitu kombinasi dari kekuatan sosial dan mental yang muncul dari solidaritas, kebersamaan dan kerjasama untuk maju serta melawan dominasi pihak lain.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa organisasi sosial yang dikontrol oleh masyarakat merupakan suatu dasar yang dibutuhkan dalam partisipasi yang efektif. Organisasi semacam ini sangat penting untuk memungkinkan masyarakat desa yang rentan dalam menyampaikan pendapat, memobilisasi sumberdaya dalam kegiatan swadaya serta menyalurkan aspirasi mereka dalam pengambil kebijakan politik dan ekonomi pada tingkat yang lebih tinggi (Korten, 1980). Untuk mengharapkan petani kecil berpartisipasi aktif dalam perencanaan merupakan hal yang tidak realistis. Di negara maju para petani telah mampu mengorganisasi diri sehingga dapat menjadi kelompok penekan (pressure group) dalam menyalurkan aspirasi mereka, tetapi di negara berkembang para petani tidak terorganisasi secara baik untuk tujuan semacam ini. Untuk itu maka keterlibatan dalam kelompoktani merupakan media belajar yang baik untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan (Adams, 1982).
Pranadji (2003 meyakini bahwa proses marjinalisasi (pemiskinan) petani Indonesia selama ini erat kaitannya dengan lemahnya pembinaan kelembagaan petani. Dikatakannya bahwa kerapuhan kelembagaan memiliki peran besar dalam mengganjal perkembangan perekonomian (pertanian dan) pedesaan. Jika sistem kelembagaan suatu masyarakat dibiarkan rapuh, maka program pengembangan teknologi, inovasi dan investasi apapun tidak akan mampu menjadi “mesin penggerak” kemajuan ekonomi yang tangguh. Kemudian ia juga menegaskan bahwa jika saja aspek kelembagaan ini sejak awal menjadi “penggerak utama” pembangunan pertanian dan pedesaan di negara kita maka tidak tertutup kemungkinan kemajuan bangsa Indonesia tidak akan kalah dengan Malaysia, Taiwan dan bahkan Jepang.
Peran Kelompoktani
Ketentuan mengenai kelompoktani secara garis besar telah diatur oleh Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan nomor: 41/Kpts/ OT.210/1/92 tanggal 29 Januari 1992 tentang Pedoman Pembinaan Kelompoktani – Nelayan. Di dalam SK tersebut dicantumkan definisi Kelompoktani – nelayan adalah kumpulan petani nelayan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya), keakraban dan keserasian, yang dipimpin oleh seorang ketua. Dijelaskan juga di dalam SK tersebut bahwa kelompoktani bersifat non-formal dalam arti tidak berbadan hukum tetapi mempunyai pembagian dan tanggung jawab atas dasar kesepakatan bersama baik tertulis ataupun tidak.
Kata “kelompok” pada kelompoktani mencermin penegasan bahwa wadah kerjasama ini lebih dekat kepada kelompok sosial daripada organisasi. Artinya kelompoktani lebih mementingkan aspek ikatan sosial antar anggotanya daripada struktur organisasinya. Tetapi pada kenyataannya pembinaan kelompoktani diarahkan untuk mengembangkan suatu organisasi yang mempunyai tujuan, struktur organisasi, pembagian tugas pengurus yang jelas serta kelengkapan administrasi yang baik. Oleh karena itu mengacu kepada Wursanto (2003), maka berdasarkan pembentukannya kelompoktani dikategorikan sebagai organisasi non-formal sedang ditinjuak dari tingkat keresmiannya kelompoktani tidak lagi dapat dikategorikan sebagai organisasi informal tetapi sudah mengarah kepada organisasi formal.
Secara garis besar peran kelompoktani adalah:
(a) Sebagai kelas belajar – mengajar. Kelompoktani merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam berusahatani – nelayan yang lebih baik dan menguntungkan, serta berperilaku lebih mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera.
(b) Sebagai unit produksi usahatani – nelayan. Kelompoktani merupakan satu kesatuan unit usahatani – nelayan untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang lebih menguntungkan.
(c) Sebagai wahana kerjasama. Kelompoktani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama anggota dan antara kelompok dengan pihak lain.
Tidak banyak diketahui mengenai keadaan kelompoktani di Provinsi Jambi saat ini. Suatu penelitian pendahuluan mengenai kelompoktani di Provinsi Jambi dilakukan oleh Jamal (2004) dapat dijadikan salah satu gambaran. Dengan menggunakan tiga indikator kinerja kelompoktani yaitu pertemuan rutin, pengelolaan uang kas dan pergantian pengurus dari 2.326 kelompoktani yang diamati diperoleh 53,02 % kelompok tidak mempunyai kegiatan pertemuan rutin, 58,12% tidak mengelola uang kas, dan 61,99% tidak melakukan pergantian pengurus secara rutin. Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh kelompoktani yang diamati sesungguhnya tidak berjalan secara aktif. Melihat kenyataan di lapangan dari kelompoktani yang selama ini sudah ada memang belum banyak dapat diharapkan untuk bisa berkembang dengan baik. Paling tidak ada empat faktor yang menjadi penghambat tumbuh dan berkembangnya kelompoktani secara benar:
(a) Selama pemerintahan Orde Baru organisasi yang berbasis masyarakat kurang diberi kebebasan untuk berkembang oleh pemerintah. Pembentukan organisasi kemasyarakatan terkesan harus dilakukan oleh pemerintah dan hanya diperbolehkan jika memenuhi kepentingan pemerintah. Dengan demikian masyarakat menjadi tidak terbiasa menumbuhkan sendiri organisasi yang mereka butuhkan sehingga sangat sedikit memiliki pengalaman berorganisasi.
(b) Pendidikan formal di negara kita kurang mengajarkan kepada muridnya untuk mampu berkomunikasi dengan baik. Seperti umumnya kita temui di sekolah-sekolah, murid dididik untuk selalu menerima dan tidak diberi cukup kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Proses pendidikan seperti ini telah melahirkan generasi yang kurang mampu berkomunikasi dan menyampaikan pendapat secara baik. Kekurangmampuan dalam berkomunikasi ini menjadi faktor penghambat berkembangkan suatu organisasi karena komunikasi merupakan sarana utama tumbuhnya kebersamaan di dalam organisasi.
(c) Banyaknya ditemui penyimpangan yang dilakukan oleh oknum aparatur pemerintah selama ini, dengan membentuk berbagai kelompoktani tanpa memperhatikan hakikat keberadaan organisasi tersebut. Kelompoktani dibentuk hanya untuk kepentingan proyek dalam menyalurkan bantuan pemerintah. Karena pembentukan organisasi ini tidak melalui proses yang benar maka banyak diantaranya kemudian bubar, bahkan disalah gunakan oleh oknum tertentu. Pengalaman buruk seperti ini membuat masyarakat memiliki pemahaman yang salah terhadap keberadaan kelompoktani.
(d) Kuatnya budaya paternalistik (patuh kepada tetua dan tokoh masyarakat) di sebagain besar masyarakat Indonesia. Budaya ini cenderung akan melahirkan sikap ewuh pakewuh yang akan memberi peluang kepada kelompok elit untuk mengendalikan jalannya organisasi.
Dengan kondisi seperti yang dijelaskan diatas maka penumbuhan dan pengembangan kelompoktani memerlukan strategi serta sistem pembinaan yang lebih terencana dan terintegrasi. Pembinaan kelompoktani tidak bisa dilakukan hanya dengan mennggunakan kekuatan eksternal tetapi harus lahir dari kebutuhan bersama dan keswadayaan para anggotanya. Yang lebih penting lagi kegiatan kelompoktani harus betul-betul mencermin aspirasi anggotanya sehingga iklim demokrasi yang disertai ikatan kekeluargaan menjadi sangat penting.
Strategi Penumbuhan dan Pengembangan
Melihat pentingnya kelompoktani dalam pembangunan, khususnya pembangunan pedesaan dan pertanian, maka diperlukan upaya penumbuhan dan pengembangan kelompoktani secara terintegrasi dengan pembangunan pertanian. Dari sisi penumbuhannya, kelemahan paling mendasar dari kelompoktani yang ada saat ini umumnya dikarenakan penumbuhannya yang tidak mengikuti proses yang benar. Instansi pembina biasanya hanya ingin cepat-cepat ada kelompoktani begitu anggaran untuk bantuan kepada petani tersedia. Praktik semacam ini hendaknya diubah dengan cara menumbuhkan kelompoktani betul-betul secara alami yaitu dari kesadaran atas adanya kebutuhan bersama. Chamala dan Keith (1995) memperkirakan perlu waktu sekitar 6 bulan untuk memulai suatu kegiatan kelompoktani, yang diawali dari mencari dukungan dari anggota dan tokoh masyarakat sampai melakukan kegiatan awal yang dirancang secara bersama.
Kelompoktani dapat juga ditumbuhkan dari kelompok kerja yang ada di masyarakat. Di masyarakat pedesaan ditemui berbagai kelompok kerja yang dibentuk atas kebutuhan kerja bersama seperti untuk mengolah lahan, memanen padi dan penyediaan sarana produksi. Pada masyarakat pedesaan Jambi dikenal suatu kelompok kerja dengan istilah “pelarian”. Melalui kelompok kerja inilah kemudian dibangun kesepakatan yang selanjutnya dikukuhkan dengan suatu aturan yang lebih formal dalam kelompoktani.
Dari sisi pengembangannya, yang sangat perlu diperhatikan adalah pembinaan yang terus menerus terhadap manajemen kelompok. Belajar dari pengalaman mengevaluasi kegiatan kelompoktani di beberapa negara berkembang maka Oxby (1983) mencatat bahwa inisiatif pemerintah untuk membentuk suatu kelompok bukan merupakan masalah yang dapat menghambat keberlanjutan kelompok, asalkan kemudian diikuti dengan upaya pembinaan untuk menjadikan kelompok tersebut sepenuhnya mandiri dan didukung oleh para anggotanya. Selain itu kelompok cenderung lebih efektif dan berkelanjutan apabila memiliki hubungan melembaga dengan organisasi setempat sehingga kelompok diakui keberadaannya di tingkat lokal. Hubungan melembaga dapat antara kelompoktani dengan organisasi di luar kelompoktani seperti PKK, Pemerintahan Desa dan LSM. Sedangkan kerjasama melembaga antar kelompoktani diharapkan dapat melahirkan berbagai kegiatan gabungan kelompoktani seperti koperasi dan asosiasi kelompoktani. Melalui hubungan melembaga inilah kemudian kelompok dapat berkembang untuk berperan pada cakupan yang lebih luas, bahkan dapat menjadi bagian dari kekuatan politik petani.
Masalah komunikasi di dalam kelompok perlu menjadi perhatian utama karena hambatan sosial dalam berkomunikasi dapat menjadi kendala serius terhadap keberlangsungan kelompok. Hal ini tentunya tidak terlepas dari budaya paternalistis yang umum ditemui di sebagian besar masyarakat Indonesia. Untuk itu pembinaan yang mendorong anggota kelompok agar mampu berkomunikasi dengan baik menjadi kunci keberhasilan pembinaan manajemen kelompoktani. Pembinaan dapat dilakukan melalui pelatihan ataupun dengan membentuk kelompok yang lebih homogen. Kelompok yang homogen, dengan anggota yang merasa lebih setara, dapat mengurangi rasa ewuh pakewuh yang berpotensi menjadi penghalang jalannya komunikasi secara efektif.
Penutup
Demikianlah uraian singkat mengenai pentingnya kelompoktani serta upaya untuk memfungsikan kelompoktani sebagai salah satu instrumen kelembagaan petani dalam mendukung pembangunan daerah khususnya, serta pembangunan nasional umumnya. Uraian ini tentunya memerlukan tambahan masukan dari berbagai pihak agar dapat diimplementasikan menjadi suatu acuan kebijakan yang lebih operasional.
Daftar Pusataka
Adams, M.E. 1982. Agricultural Extension in Developing Countries. Intermediate Tropical Agricultural Series. Longman.
AIDAB. 1991. Social Analysis and Community Participation: Guideline and Activity Cycle Checklist. AIDAB.
Anonim, 2005. Rencana Pembanguan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Jambi 2006 – 2010. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi.
Chamala, S. 1995. Overview of participative action approaches in Australian land and water management. In: Chamal, S dan K. Keith (eds) Participative Approaches for Landcare. Australian Academic Press. Brisbane.
Chamala, s dan Keith, K. 1995. Participative Approaches for Landcare. Australian Academic Press. Brisbane.
Gow, D.D. dan E.R. Morss. 1988. The notoriuos nine: Critical problems in project implementation. World Development. Vol. 16(12): pp. 1399-1418.
Korten, D.C. 1980. Community organisation and rural development: a leraning process approach. Public Administration Review. Vol. 40(5): pp. 480-511.
Jamal, H. 2004. Studi Pendahuluan Kinerja Kelompotani di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan dan Tanaman Terpadu (PLTT) dan Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi tanggal 13-14 Desember 2004 di Jambi: pp. 314-318. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Oxby, C. 1983. “Farmer groups” in Rural Areas of Third World. Community Development Journal. 18(1): 50-59.
Paul, S. 1989. Poverty alleviation and participation: the case for government-grassroots agency collaboration. Economic and Political Weekly. January 14: pp. 100-106.
Petch,B. Dan J. Mt. Pleasant. 1994. Farmer-controled diagnosis and experimentation for small rural development organisations. Journal for farming Systems Research-Extention. Vol. 4(2): pp. 71-81.
Pranadji, Tri. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Deptan. Bogor.
Rahman, M.A. 1990. Qualitative dimensions of social development evaluation: tehmatic papaer in: Marsden, D. And P. Oaxley (eds.). Evaluating Social Development Projects. Oxfam. Oxford. Pp. 40-50.
Tacconi, L. Dan C. Tisdell. 1992. Rural Development Project in LDCs: appraisal, participation and sustainability. Public Administration and Development. Vol. 12: pp.267-178.
The United Nations. 1981. Popular Participation as A Strategy for Promoting Community-level Action and National Development . The United Nations. New York.
Wursanto, Ig, 2003. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Penerbit Andi. Yogyakarta
(Diterbitkan pada majalah “Jambi Prospektif” Edisi I nomor 9 tahun 2007)
Pendahuluan
Pertanian masih menjadi tulang punggung pembangunan daerah Provinsi Jambi. Hasil Sensus Pertanian tahun 2003 menunjukkan bahwa 64,4% dari seluruh tenaga kerja di wilayah ini menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hanya saja masih terlihat adanya kepincangan dalam kesejahteraan karena jumlah tenaga kerja tersebut hanya menghasilkan 28,29% dari total PDRB (Anonim, 2005). Ini menunjukkan bahwa petani, terutama petani kecil, belum sepenuhnya menikmati hasil pembangunan, yang merupakan salah satu dari tiga kriteria partisipasi dalam pembangunan yaitu: menetapkan sasaran; pelaksanaan kegiatan; dan menikmati hasil pembangunan. Dari ketiga aspek ini, aspek pertama merupakan yang paling penting karena pada tahap ini beneficiary (kelompok sasaran) mendapat kesempatan untuk membuat pilihan terhadap program-program yang lebih berpihak kepada kepentingan mereka. Untuk memungkinkan partisipasi petani kecil dalam proses penetapan sasaran pembangunan perlu adanya wadah yang dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining power) mereka. Hal ini tidak mungkin dilakukan secara individu tetapi harus melalui kekuatan bersama yang terorganisir secara baik.
Kelompoktani merupakan salah wadah ideal untuk menyatukan kekuatan bersama petani yang dapat digunakan untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Penggunaan istilah kelompoktani sesungguhnya hanya sekedar untuk menggambarkan bahwa organisasi tersebut adalah milik petani. Dalam prakteknya organisasi ini dapat dengan nama apa saja tetapi prinsip penumbuhan dan pengembangannya mengikuti proses apa yang dilakukan pada kelompoktani. Hal itu yang akan diuraikan secara singkat pada bahasan berikut ini. Disamping itu pada bagian awal akan dijelaskan secara teoritis mengenai peran strategis kelompoktani dalam pembangunan.
Partisipasi dalam Pembangunan
Korten (1980) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses dengan mana suatu kelompok masyarakat meningkatkan kemampuan diri dan kelembagaan mereka untuk menggerakan dan mengelola sumberdaya untuk menciptakan kemajuan yang merata dan berkelanjutan terhadap kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri. Menggerakkan kemajuan secara swadaya merupakan tujuan utama dari suatu kegiatan pembangunan (Gow dan Morss, 1988). Efektifitas suatu program pembangunan terlihat dari sejauhmana program tersebut dapat berkelanjutan. Tacconi dan Tisdell (1992) melihat keberlanjutan proyek sebagai kemampuan proyek dalam memberikan manfaat yang berkelanjutan kepada kelompok sasaran, baik selama pelaksanaan maupun purna proyek. Hal ini memerlukan perhatian menyeluruh yang mencakup faktor ekologi, budaya dan kelembagaan. Oleh karenanya untuk mendapatkan proyek yang berkelanjutan, bersamaan dengan pembangunan fisik dalam pelaksanaan proyek, maka diperlukan peningkatan kapasitas sosial masyarakat pada setiap tahapan pembangunan.
Belajar dari proyek pembangunan pedesaan di beberapa negara berkembang, Tacconi dan Tisdell (1992) mencatat bahwa pendekatan cetak biru, dimana proyek diarahkan hanya untuk mendorong peningkatan produksi melalui peningkatan bantuan dan pelayanan, cenderung menciptakan proyek yang diintroduksi oleh orang luar daripada mengakomodasi keiinginan masyarakat setempat. Dengan pendekatan ini keberlanjutan proyek akan sulit dicapai. Oleh karena itu para ahli sepakat bahwa partisipasi peserta proyek merupakan suatu kebutuhan dalam mencapai keberlanjutan suatu program pembangunan (AIDAB, 1991; Chamala, 1995; Gow dan Morss, 1988; Korten, 1980; Paul, 1989; Petch dan Pleasant, 1994).
PBB mengajukan suatu pendekatan untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan dikenal dengan istilah popular participation, yang mengacu pada tiga aspek saling terkait: (i) persamaan kesempatan dalam menikmati hasil pembangunan; (ii) pemerataan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan pembanguan; dan (iii) pemerataan keterlibatan dalam proses pengabilan kebijakan pembangunan. Yang perlu digarisbawahi bahwa partisipasi dalam perencanaan merupakan tahap yang paling penting karena hal ini memberi arti pada kegiatan yang lebih luas daripada hanya sekedar membuat pilihan dari program yang telah dipersiapkan oleh pemerintah. Proses perencanaan ini meliputi tiga tahap: (i) memilih alternatif yang disiapkan; (ii) menentukan cara yang terbaik untuk menerapkan keputusan yang telah ditetapkan; serta (iii) mengevaluasi tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan (the United Nations, 1981). Untuk itu jangan berharap petani dapat berpartisipasi dalam pembangunan apabila mereka tidak didorong untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka.
Menumbuhkan keberanian masyarakat mengutarakan pendapat mereka merupakan kunci keberhasilan partisipasi dalam perencanaan. Oleh karena itu Rahman (1990) menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat untuk mampu menjelaskan dan mengutarakan arti pembangunan sosial bagi mereka sesungguhnya merupakan inti dari pembangunan sosial itu sendiri. Untuk melihat sejauh mana pemberdayaan itu dapat ditumbuhkan dapat dilihat dari tiga faktor: (1) Organisasi bagi anggota masyarakat, meliputi kemampuan mereka dalam mengelola organisasi dan menjalin kerjasama dengan organisasi lain; (2) Kewaspadaan sosial (social awardeness), yaitu pengertian masyarakat terhadap fungsi mereka dalam lingkungan sosialnya. Pengertian ini diperlukan untuk meningkatkan rasa kesetaraan antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya; (3) Rasa percaya diri (self reliance), yaitu kombinasi dari kekuatan sosial dan mental yang muncul dari solidaritas, kebersamaan dan kerjasama untuk maju serta melawan dominasi pihak lain.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa organisasi sosial yang dikontrol oleh masyarakat merupakan suatu dasar yang dibutuhkan dalam partisipasi yang efektif. Organisasi semacam ini sangat penting untuk memungkinkan masyarakat desa yang rentan dalam menyampaikan pendapat, memobilisasi sumberdaya dalam kegiatan swadaya serta menyalurkan aspirasi mereka dalam pengambil kebijakan politik dan ekonomi pada tingkat yang lebih tinggi (Korten, 1980). Untuk mengharapkan petani kecil berpartisipasi aktif dalam perencanaan merupakan hal yang tidak realistis. Di negara maju para petani telah mampu mengorganisasi diri sehingga dapat menjadi kelompok penekan (pressure group) dalam menyalurkan aspirasi mereka, tetapi di negara berkembang para petani tidak terorganisasi secara baik untuk tujuan semacam ini. Untuk itu maka keterlibatan dalam kelompoktani merupakan media belajar yang baik untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan (Adams, 1982).
Pranadji (2003 meyakini bahwa proses marjinalisasi (pemiskinan) petani Indonesia selama ini erat kaitannya dengan lemahnya pembinaan kelembagaan petani. Dikatakannya bahwa kerapuhan kelembagaan memiliki peran besar dalam mengganjal perkembangan perekonomian (pertanian dan) pedesaan. Jika sistem kelembagaan suatu masyarakat dibiarkan rapuh, maka program pengembangan teknologi, inovasi dan investasi apapun tidak akan mampu menjadi “mesin penggerak” kemajuan ekonomi yang tangguh. Kemudian ia juga menegaskan bahwa jika saja aspek kelembagaan ini sejak awal menjadi “penggerak utama” pembangunan pertanian dan pedesaan di negara kita maka tidak tertutup kemungkinan kemajuan bangsa Indonesia tidak akan kalah dengan Malaysia, Taiwan dan bahkan Jepang.
Peran Kelompoktani
Ketentuan mengenai kelompoktani secara garis besar telah diatur oleh Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan nomor: 41/Kpts/ OT.210/1/92 tanggal 29 Januari 1992 tentang Pedoman Pembinaan Kelompoktani – Nelayan. Di dalam SK tersebut dicantumkan definisi Kelompoktani – nelayan adalah kumpulan petani nelayan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya), keakraban dan keserasian, yang dipimpin oleh seorang ketua. Dijelaskan juga di dalam SK tersebut bahwa kelompoktani bersifat non-formal dalam arti tidak berbadan hukum tetapi mempunyai pembagian dan tanggung jawab atas dasar kesepakatan bersama baik tertulis ataupun tidak.
Kata “kelompok” pada kelompoktani mencermin penegasan bahwa wadah kerjasama ini lebih dekat kepada kelompok sosial daripada organisasi. Artinya kelompoktani lebih mementingkan aspek ikatan sosial antar anggotanya daripada struktur organisasinya. Tetapi pada kenyataannya pembinaan kelompoktani diarahkan untuk mengembangkan suatu organisasi yang mempunyai tujuan, struktur organisasi, pembagian tugas pengurus yang jelas serta kelengkapan administrasi yang baik. Oleh karena itu mengacu kepada Wursanto (2003), maka berdasarkan pembentukannya kelompoktani dikategorikan sebagai organisasi non-formal sedang ditinjuak dari tingkat keresmiannya kelompoktani tidak lagi dapat dikategorikan sebagai organisasi informal tetapi sudah mengarah kepada organisasi formal.
Secara garis besar peran kelompoktani adalah:
(a) Sebagai kelas belajar – mengajar. Kelompoktani merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam berusahatani – nelayan yang lebih baik dan menguntungkan, serta berperilaku lebih mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera.
(b) Sebagai unit produksi usahatani – nelayan. Kelompoktani merupakan satu kesatuan unit usahatani – nelayan untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang lebih menguntungkan.
(c) Sebagai wahana kerjasama. Kelompoktani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama anggota dan antara kelompok dengan pihak lain.
Tidak banyak diketahui mengenai keadaan kelompoktani di Provinsi Jambi saat ini. Suatu penelitian pendahuluan mengenai kelompoktani di Provinsi Jambi dilakukan oleh Jamal (2004) dapat dijadikan salah satu gambaran. Dengan menggunakan tiga indikator kinerja kelompoktani yaitu pertemuan rutin, pengelolaan uang kas dan pergantian pengurus dari 2.326 kelompoktani yang diamati diperoleh 53,02 % kelompok tidak mempunyai kegiatan pertemuan rutin, 58,12% tidak mengelola uang kas, dan 61,99% tidak melakukan pergantian pengurus secara rutin. Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh kelompoktani yang diamati sesungguhnya tidak berjalan secara aktif. Melihat kenyataan di lapangan dari kelompoktani yang selama ini sudah ada memang belum banyak dapat diharapkan untuk bisa berkembang dengan baik. Paling tidak ada empat faktor yang menjadi penghambat tumbuh dan berkembangnya kelompoktani secara benar:
(a) Selama pemerintahan Orde Baru organisasi yang berbasis masyarakat kurang diberi kebebasan untuk berkembang oleh pemerintah. Pembentukan organisasi kemasyarakatan terkesan harus dilakukan oleh pemerintah dan hanya diperbolehkan jika memenuhi kepentingan pemerintah. Dengan demikian masyarakat menjadi tidak terbiasa menumbuhkan sendiri organisasi yang mereka butuhkan sehingga sangat sedikit memiliki pengalaman berorganisasi.
(b) Pendidikan formal di negara kita kurang mengajarkan kepada muridnya untuk mampu berkomunikasi dengan baik. Seperti umumnya kita temui di sekolah-sekolah, murid dididik untuk selalu menerima dan tidak diberi cukup kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Proses pendidikan seperti ini telah melahirkan generasi yang kurang mampu berkomunikasi dan menyampaikan pendapat secara baik. Kekurangmampuan dalam berkomunikasi ini menjadi faktor penghambat berkembangkan suatu organisasi karena komunikasi merupakan sarana utama tumbuhnya kebersamaan di dalam organisasi.
(c) Banyaknya ditemui penyimpangan yang dilakukan oleh oknum aparatur pemerintah selama ini, dengan membentuk berbagai kelompoktani tanpa memperhatikan hakikat keberadaan organisasi tersebut. Kelompoktani dibentuk hanya untuk kepentingan proyek dalam menyalurkan bantuan pemerintah. Karena pembentukan organisasi ini tidak melalui proses yang benar maka banyak diantaranya kemudian bubar, bahkan disalah gunakan oleh oknum tertentu. Pengalaman buruk seperti ini membuat masyarakat memiliki pemahaman yang salah terhadap keberadaan kelompoktani.
(d) Kuatnya budaya paternalistik (patuh kepada tetua dan tokoh masyarakat) di sebagain besar masyarakat Indonesia. Budaya ini cenderung akan melahirkan sikap ewuh pakewuh yang akan memberi peluang kepada kelompok elit untuk mengendalikan jalannya organisasi.
Dengan kondisi seperti yang dijelaskan diatas maka penumbuhan dan pengembangan kelompoktani memerlukan strategi serta sistem pembinaan yang lebih terencana dan terintegrasi. Pembinaan kelompoktani tidak bisa dilakukan hanya dengan mennggunakan kekuatan eksternal tetapi harus lahir dari kebutuhan bersama dan keswadayaan para anggotanya. Yang lebih penting lagi kegiatan kelompoktani harus betul-betul mencermin aspirasi anggotanya sehingga iklim demokrasi yang disertai ikatan kekeluargaan menjadi sangat penting.
Strategi Penumbuhan dan Pengembangan
Melihat pentingnya kelompoktani dalam pembangunan, khususnya pembangunan pedesaan dan pertanian, maka diperlukan upaya penumbuhan dan pengembangan kelompoktani secara terintegrasi dengan pembangunan pertanian. Dari sisi penumbuhannya, kelemahan paling mendasar dari kelompoktani yang ada saat ini umumnya dikarenakan penumbuhannya yang tidak mengikuti proses yang benar. Instansi pembina biasanya hanya ingin cepat-cepat ada kelompoktani begitu anggaran untuk bantuan kepada petani tersedia. Praktik semacam ini hendaknya diubah dengan cara menumbuhkan kelompoktani betul-betul secara alami yaitu dari kesadaran atas adanya kebutuhan bersama. Chamala dan Keith (1995) memperkirakan perlu waktu sekitar 6 bulan untuk memulai suatu kegiatan kelompoktani, yang diawali dari mencari dukungan dari anggota dan tokoh masyarakat sampai melakukan kegiatan awal yang dirancang secara bersama.
Kelompoktani dapat juga ditumbuhkan dari kelompok kerja yang ada di masyarakat. Di masyarakat pedesaan ditemui berbagai kelompok kerja yang dibentuk atas kebutuhan kerja bersama seperti untuk mengolah lahan, memanen padi dan penyediaan sarana produksi. Pada masyarakat pedesaan Jambi dikenal suatu kelompok kerja dengan istilah “pelarian”. Melalui kelompok kerja inilah kemudian dibangun kesepakatan yang selanjutnya dikukuhkan dengan suatu aturan yang lebih formal dalam kelompoktani.
Dari sisi pengembangannya, yang sangat perlu diperhatikan adalah pembinaan yang terus menerus terhadap manajemen kelompok. Belajar dari pengalaman mengevaluasi kegiatan kelompoktani di beberapa negara berkembang maka Oxby (1983) mencatat bahwa inisiatif pemerintah untuk membentuk suatu kelompok bukan merupakan masalah yang dapat menghambat keberlanjutan kelompok, asalkan kemudian diikuti dengan upaya pembinaan untuk menjadikan kelompok tersebut sepenuhnya mandiri dan didukung oleh para anggotanya. Selain itu kelompok cenderung lebih efektif dan berkelanjutan apabila memiliki hubungan melembaga dengan organisasi setempat sehingga kelompok diakui keberadaannya di tingkat lokal. Hubungan melembaga dapat antara kelompoktani dengan organisasi di luar kelompoktani seperti PKK, Pemerintahan Desa dan LSM. Sedangkan kerjasama melembaga antar kelompoktani diharapkan dapat melahirkan berbagai kegiatan gabungan kelompoktani seperti koperasi dan asosiasi kelompoktani. Melalui hubungan melembaga inilah kemudian kelompok dapat berkembang untuk berperan pada cakupan yang lebih luas, bahkan dapat menjadi bagian dari kekuatan politik petani.
Masalah komunikasi di dalam kelompok perlu menjadi perhatian utama karena hambatan sosial dalam berkomunikasi dapat menjadi kendala serius terhadap keberlangsungan kelompok. Hal ini tentunya tidak terlepas dari budaya paternalistis yang umum ditemui di sebagian besar masyarakat Indonesia. Untuk itu pembinaan yang mendorong anggota kelompok agar mampu berkomunikasi dengan baik menjadi kunci keberhasilan pembinaan manajemen kelompoktani. Pembinaan dapat dilakukan melalui pelatihan ataupun dengan membentuk kelompok yang lebih homogen. Kelompok yang homogen, dengan anggota yang merasa lebih setara, dapat mengurangi rasa ewuh pakewuh yang berpotensi menjadi penghalang jalannya komunikasi secara efektif.
Penutup
Demikianlah uraian singkat mengenai pentingnya kelompoktani serta upaya untuk memfungsikan kelompoktani sebagai salah satu instrumen kelembagaan petani dalam mendukung pembangunan daerah khususnya, serta pembangunan nasional umumnya. Uraian ini tentunya memerlukan tambahan masukan dari berbagai pihak agar dapat diimplementasikan menjadi suatu acuan kebijakan yang lebih operasional.
Daftar Pusataka
Adams, M.E. 1982. Agricultural Extension in Developing Countries. Intermediate Tropical Agricultural Series. Longman.
AIDAB. 1991. Social Analysis and Community Participation: Guideline and Activity Cycle Checklist. AIDAB.
Anonim, 2005. Rencana Pembanguan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Jambi 2006 – 2010. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi.
Chamala, S. 1995. Overview of participative action approaches in Australian land and water management. In: Chamal, S dan K. Keith (eds) Participative Approaches for Landcare. Australian Academic Press. Brisbane.
Chamala, s dan Keith, K. 1995. Participative Approaches for Landcare. Australian Academic Press. Brisbane.
Gow, D.D. dan E.R. Morss. 1988. The notoriuos nine: Critical problems in project implementation. World Development. Vol. 16(12): pp. 1399-1418.
Korten, D.C. 1980. Community organisation and rural development: a leraning process approach. Public Administration Review. Vol. 40(5): pp. 480-511.
Jamal, H. 2004. Studi Pendahuluan Kinerja Kelompotani di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan dan Tanaman Terpadu (PLTT) dan Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi tanggal 13-14 Desember 2004 di Jambi: pp. 314-318. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Oxby, C. 1983. “Farmer groups” in Rural Areas of Third World. Community Development Journal. 18(1): 50-59.
Paul, S. 1989. Poverty alleviation and participation: the case for government-grassroots agency collaboration. Economic and Political Weekly. January 14: pp. 100-106.
Petch,B. Dan J. Mt. Pleasant. 1994. Farmer-controled diagnosis and experimentation for small rural development organisations. Journal for farming Systems Research-Extention. Vol. 4(2): pp. 71-81.
Pranadji, Tri. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Deptan. Bogor.
Rahman, M.A. 1990. Qualitative dimensions of social development evaluation: tehmatic papaer in: Marsden, D. And P. Oaxley (eds.). Evaluating Social Development Projects. Oxfam. Oxford. Pp. 40-50.
Tacconi, L. Dan C. Tisdell. 1992. Rural Development Project in LDCs: appraisal, participation and sustainability. Public Administration and Development. Vol. 12: pp.267-178.
The United Nations. 1981. Popular Participation as A Strategy for Promoting Community-level Action and National Development . The United Nations. New York.
Wursanto, Ig, 2003. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Penerbit Andi. Yogyakarta
(Diterbitkan pada majalah “Jambi Prospektif” Edisi I nomor 9 tahun 2007)
Diposkan oleh Ir. Husni Jamal, MAgrSt. di 22:02
STUDI PENDAHULUAN KINERJA KELOMPOKTANI
Studi pendahuluan ini merupakan suatu penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat kinerja kelompoktani di Provinsi Jambi dengan menggunakan metode yang sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tidak langsung melalui menyebarkan angket kepada 291 responden yaitu PPL yang membina kelompoktani di sepuluh kabupaten / kota yang ada di Provinsi Jambi. Untuk mengetahui kinerja kelompoktani digunakan tiga indikator utama yaitu pertemuan rutin, pemupukan modal dan pergantian kepengurusan kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kelompoktani yang dibina oleh seluruh responden adalah sebanyak 2.326 kelompok, yang terdiri 17 kelompok kelas utama, 188 madya, 806 lanjut, 928 pemula, 368 belum dikukuhkan dan 19 kelompok tidak diketahui kelasnya. Dari jumlah tersebut 53,02% kelompoktani tidak melakukan pertemuan rutin sedangkan sisanya mempunyai kegiatan pertemuan rutin. Kelompoktani yang tidak mengelola uang kas kelompok sebanyak 58,12% sedangkan sisanya mengelola uang kas sampai dengan. Sementara itu kelompoktani yang melakukan pergantian kepengurusan secara rutin sebanyak 39,01%, sedangkan sisanya melakukan pergantian pengurus dalam selang waktu yang tidak tentu. Didapat 33 responden yang tidak mengetahui tentang kegiatan pertemuan rutin 200 kelompoktani binaannya; 57 responden yang tidak mengetahui tentang pemupukan modal 417 kelompoktani binaanya.; dan 60 responden yang tidak mengetahui tentang pergantian pengurus 450 kelompoktani binaannya..
1. Pendahuluan
Perubahan paradigma pembangunan pertanian Indonesia, dari peningkatan produksi menjadi pendekatan agribisnis, membutuhkan petani dengan posisi tawar yang kuat. Hal ini hanya dapat dicapai jika petani mampu berhimpun dalam suatu kekuatan bersama, seperti halnya kelompoktani. Kelompoktani yang berfungsi sebagai kelas belajar, unit produksi usahatani nelayan dan wahana kerjasama antar anggota kelompok atau antara anggota kelompok dengan pihak lain (Deptan, 1989) merupakan salah satu kebutuhan dalam proses industrialisasi pertanian. Kelompoktani merupakan sarana untuk menggali potensi sumberdaya manusia, baik potensi mental psikologisnya maupun potensi fisik teknis yang dimiliki petani (Adjid, 1981).
Sedikitnya ada tiga alasan mengapa diperlukan kelompoktani dalam pembangunan pertanian di pedesaan Indonesia. Pertama, rendahnya rasio jumlah PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dibandingkan dengan jumlah petani sehingga diperlukan wadah yang dapat mempermudah kerja PPL dalam melaksanakan tugas penyuluhan mereka. Kedua, terbatasnya sumberdaya yang dimiliki petani secara individual sehingga dengan bekerjasama dalam kelompok akan mendorong petani untuk menggabung sumberdaya mereka menjadi lebih ekonomis. Ketiga, perilaku berkelompok sudah merupakan budaya Indonesia, terutama di pedesaan. Sebagian besar aktivitas masyarakat pedesaan sangat dipengaruhi oleh keputusan kelompok (Martaamidjaja, 1993). Oleh karena itu kinerja kelompoktani merupakan salah satu aspek penunjang yang penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan agribisnis, terutama di pedesaan.
Saat ini di Provinsi Jambi terdapat 6.287 kelompoktani (BBKP, 2003). Hanya saja tidak ditemui adanya informasi yang layak mengenai kinerja kelompotani yang ada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Salah satu kesulitan dalam menyediakan informasi mengenai kinerja kelompoktani adalah dikarenakan indikator yang digunakan selama ini yaitu Lima Jurus Kelompok bersifat sangat kualitatif sehingga relatif sulit diukur. Guna mendapatkan gambaran umum mengenai kinerja kelompoktani yang ada di Provinsi Jambi maka dilakukan penelitian ini. Penelitian ini disebut sebagai studi pendahuluan karena aspek yang dikaji hanya berupa kinerja manajemen internal kelompok yang mudah diamati secara kuantitatif saja. Selain itu metode pengumpulan data dilakukan secara tidak langsung melalui PPL selaku petugas pembina kelompoktani.
2. Metode Penelitian
Format penelitian ini sebagaimana yang digariskan oleh Faisal (2003) merupakan penelitian deskriptif, untuk mengetahui kondisi dan kinerja kelompoktani yang ada di Provinsi Jambi. Pendekatan yang digunakan adalah survey dengan unit studi adalah kelompoktani. Metode pengumpulan data melalui pengiriman angket kepada PPL yang membina kelompoktani. Angket ini berisi enam pertanyaan yang menyangkut kelompok binaan responden yaitu jumlah kelompok dan desa binaan, kelas kelompok, jumlah anggota kelompok, pertemuan rutin, modal kelompok; dan pergantian kepengurusan kelompok (contoh angket terlampir). Pengiriman angket kepada responden dilakukan melalui instansi pembina PPL di tingkat kabupaten / kota pada bulan Mei s/d Agustus 2004. Jumlah angket yang dikirim masing-masing sebanyak 50 angket untuk setiap kabupaten / kota se- Provinsi Jambi.
Responden ditentukan secara tidak sengaja atau incidental sampling (Faisal, 2003; Shahab, 2003) pada saat PPL hadir di kantor pembina kabupaten / kota atau pada saat pertemuan rutin. Angket yang diserahkan kepada rsponden terdiri dari (1) Surat pengantar singkat yang menjelaskan maksud penelitian dan tata cara pengisian angket; (2) lembaran angket; dan (3) amplop kosong yang distempel dengan tulisan “Survey Aktivitas Kelompoktani”. Angket yang sudah diisi oleh responden dikembalikan lagi kepada instansi pembina secara tertutup dan tanpa identitas untuk selanjutnya dikirimkan kembali kepada peneliti. Data yang masuk diolah secara sederhana dengan menggunakan program Excel.
Salah satu keterbatasan metodologis penelitian ini adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara tidak langsung pada objek penelitian. Dengan metode ini akurasi data yang dikumpulkan sangat tergantung pada kejujuran, daya ingat dan independensi PPL selaku responden. Guna mengurangi bias akibat ketidak tahuan responden maka pada angket diberikan juga alternatif jawaban “tidak tahu”, untuk menunjukkan bahwa responden tidak tahu atau tidak ingat dengan informasi yang ditanyakan.
Jumlah Sampel Studi Pendahuluan Kinerja Kelompoktani di Provinsi Jambi
Kab/Kota PPL Kelompoktani
1. Kota Jambi 12 53
2. Batang Hari 26 167
3. Muaro Jambi 23 139
4. Bungo 34 221
5. Tebo 45 275
6. Merangin 24 152
7. Sarolangun 49 434
8. Tanjab Barat 35 337
9. Tanjab Timur 22 295
10. Kerinci 21 253
Jumlah 291 2.326
Jumlah Provinsi Jambi PPL = 923 Kelompoktani = 6.287
Keterangan:
Data diolah dari berbagai sumber yang menunjukkan hanya jumlah PPL yang secara langsung membina kelompoktani di lapangan pada saat penelitian
2. Hasil dan Pembahasan
a. Responden
Dari 500 angket yang dikirimkan ke sepuluh kabupaten / kota yang ada di Provinsi Jambi sampai dengan pertengahan Desember 2004 telah kembali sebanyak 291 angket yang layak untuk diolah. Jumlah kelompoktani, PPL pembina kelompoktani dan responden masing-masing kabupaten / kota disajikan pada tabel 1.
b. Kelas dan Keanggotaan Kelompok
Dari 2.326 kelompoktani yang dibina oleh responden ditemui 17 kelompok (0,74%) yang merupakan kelompoktani kelas utama; 188 kelas madya (8,15%); 806 kelas lanjut (34,94%); 928 kelas pemula (40,23%); dan 368 belum dikukuhkan (15,95%). Sedangkan jumlah anggota setiap kelompok sebagian besar (57,08%) sebanyak 20 – 30 orang. Sisanya dengan jumlah anggota <10 orang sebanyak 1,08%; 10 – 20 orang sebanyak 20,36%; 30 – 40 orang sebanyak 16,68%; 40 -50 orang sebanyak 2,64%; dan >50 orang sebanyak 2,16%. Jumlah anggota per-kelompok yang ditemui pada penelitian ini cukup baik, sebagaimana direkomendasikan oleh Heim (1990) yaitu antara 20 – 40 orang, dan tidak melebihi 60 orang. Walaupun hasil pengkajian Oxby (1983) bahwa jumlah anggota kelompok bukan merupakan faktor yang penting terhadap aktivitas dan keberlangsungan kelompoktani.
c. Pertemuan Rutin
Sebagian besar (53,02%) kelompoktani tidak mempunyai kegiatan pertemuan rutin. Sedangkan sisanya mempunyai kegiatan pertemuan rutin dengan rincian: 5,90% kelompok melakukan pertemuan rutin setiap minggu; 30,50% setiap bulan; dan 10,58% setiap dua bulan. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar kelompoktani belum berfungsi secara baik sebagai wadah interaksi petani. Interaksi kelompok ini hanya dapat berjalan baik jika kelompok memiliki pertemuan rutin. Pertemuan rutin lebih memberikan nuansa demokratis bagi anggota kelompok, daripada yang bersifat insidentil dimana inisiatif pertemuan cenderung dibuat oleh pengurus saja. Menurut Sukaryo (1983) efektivitas kelompoktani sangat dipengaruhi oleh tingkat interaksi antar anggota kelompok. Melalui interaksi internal inilah tercipta diskusi, kesimpulan dan keputusan untuk menerapkan teknologi anjuran, menjaga loyalitas, dan memantau dan mengevaluasi program kerja kelompok tersebut secara berkala.
d. Pemupukan Modal
Pemupukan modal kelompok dicerminkan dari besarnya modal yang dikelola oleh kelompoktani. Aspek ini merupakan salah satu faktor penentu dari Lima Jurus Kemampuan Kelompoktani. Didapat sebagian besar kelompok (58,12%) kelompok tidak mengelola uang kas. Sedangkan kelompok yang mengelola uang kas < Rp 1 juta sebanyak 22,94%; Rp 1 – 10 juta sebanyak 16,30%; Rp 10 – 50 juta sebanyak 2,37%; Rp 50 -100 juta sebanyak 0,21%; dan > Rp 100 juta sebanyak 0,05%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas kelompoktani belum berperan secara baik sebagai wadah kerjasama ekonomi petani, terutama untuk menjadi lembaga ekonomi mikro. Llanto dan Balkenhol (1996) menyimpulkan bahwa penyaluran kredit secara berkelompok dan jaminan kelompok merupakan cara yang efektif dalam mengatasi kendala agunan dalam penyediaan kredit untuk kreditor mikro.
e. Pergantian Pengurus
Peran pengurus dalam pengambilan keputusan kelompoktani sangat dominan yaitu lebih dari 70% dibandingkan dengan partisipasi anggota (Sukaryo, 1983). Oleh karena itu pergantian kepengurusan secara rutin akan menjamin lahirnya keputusan kelompoktani yang lebih demokratis. Pada penelitian ini didapat sebanyak 66,70% kelompoktani melakukan pergantian kepengurusan dalam periode waktu yang tidak menentu. Sementara itu 4,57% kelompok melakukan pergantian setiap tahun; 4,82% setiap dua tahun; 7,72% setiap tiga tahun; 3,60% setiap empat tahun; dan 7,77% setiap lima tahun. Dengan demikian sebagian besar kelompoktani menunjukkan indikasi kurang berperan sebagai wadah pengambil keputusan secara demokratis.
f. Jawaban “tidak tahu”
Dari hasil penelitian ini didapat jawaban “tidak tahu” dari sejumlah responden. Jawaban ini menunjukkan bahwa responden tidak ingat atau tidak mengetahui mengenai informasi yang berkaitan dengan sebagian atau seluruh kelompoktani binaan mereka. Informasi yang di jawab “tidak tahu” oleh responden meliputi: (a) tentang kelas kelompok dijawab oleh 5 responden (1,72%) terhadap 19 kelompoktani; (b) tentang pertemuan rutin kelompok dijawab oleh 33 responden (11,34%) terhadap 200 kelompoktani; (c) tentang pemupukan modal kelompok dijawab oleh 57 responden (19,59%) terhadap 417 kelompoktani; dan (d) tentang pergantian pengurus kelompok dijawab oleh 60 responden (20,62%) terhadap 450 kelompoktani.
Sungguhpun jumlah jawaban “tidak tahu” ini tidak terlalu besar tetapi angka ini menunjukan indikasi cukup menonjolnya kasus kekurang pedulian responden selaku PPL terhadap kelompoktani binaanya. Hal ini dapat dimaklumi karena kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan kelompoktani memang kurang dihargai sebagai indikator kinerja PPL. Sebagai contoh dapat dilihat dari nilai angka kredit untuk kegiatan menumbuhkan kelompoktani diberi nilai 0,625; sedangkan kegiatan meningkatkan kemampuan kelompoktani diberi nilai 0,144 – 0,720. Angka ini tentunya relatif kecil jika dibandingkan dengan nilai yang diberikan terhadap kegiatan mengikuti Diklat selama 2 minggu yaitu dengan nilai 2.
3. Kesimpulan dan Saran
a. Dengan menggunakan tiga indikator sederhana yaitu pertemuan rutin, pemupukan modal dan pergantian rutin pengurus kelompok, secara umum disimpulkan bahwa kinerja kelompoktani di Provinsi Jambi masih relatif rendah;
b. Terdapat indikasi menonjolnya jumlah PPL yang melaksanakan kegiatannya dengan tidak berorientasi pada pembinaan kelompoktani sebagai basis pembinaan pertanian. Hal ini dibuktikan masih ditemui sejumlah PPL yang tidak mengetahui kondisi kelompoktani binaanya, sekalipun mengenai hal-hal yang sederhana;
c. Perlu dilakukan inventarisasi ulang terhadap kinerja kelompoktani di Provinsi Jambi dengan cara yang lebih komprehensif untuk mendapat data yang lebih akurat mengenai kondisi kelompoktani yang ada;
d. Perlu dilakukan reorientasi kebijakan instansi pembina pembangunan pertanian untuk lebih memposisikan peran kelompoktani dalam menunjang kegiatan pembangunan pertanian, terutama di pedesaan;
e. Perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap indikator kinerja PPL, terutama yang berkaitan dengan pembinaan kelompoktani agar dapat memberikan insentif yang lebih rasional atas kinerja PPL dalam pembinaan kelompoktani.
Daftar Pustaka
Adjid, D. A. 1981. Kelompoktani: Pembuka Cakrawala dan Sekaligus Penggerak bagi
Terwujudnya Pertanian Rakyat yang Selalu Maju. dalam Dasar-dasar Pembinaan
Kelompoktani dalam Intensifikasi Tanaman Pangan. 159-170. Satuan
Pengendali Bimas. Jakarta
BBKP. 2003. Programa Penyuluhan Pertanian Provinsi Jambi Tahun 2003. Badan Bimas
Ketahanan Pangan Provinsi Jambi.
Deptan. 1989. Pedoman Pembinaan Kelompoktani. Departemen Pertanian.
Deptan. 1993. Buku Pintar Penyuluhan Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.
Faisal, S. 2003. Format-format Penelitian Sosial. Rajawali Pers. Jakarta.
Heim, F. G. 1990. How to Work with Farmers: A Manual for Field Workers, Based on
the Case of Thailand. Verlag Josef Margraf. Jerman.
Llanto, G.M. dan Balkenhol, B. 1996. Asian Experience on Collateral Substitutes: Breaking
Barriers to Formal Credit. 1 – 33. Apraca – ILO. Manila – Philippine.
Martaamidjaja, A.S. 1993. Agricultural Extension System in Indonesia. Ministry of
Agriculture. Jakarta.
Oxby, C. 1983. “Farmer Groups” in Rural Areas of the Third World. Community
Development Journal. 18(1):50-59.
Shahab, Y. 2003. Metode Kuantitatif: Materi Pelatihan Penelitian Sosial. CEIA
(Center for East Indonesian Affairs), Jakarta.
Sukaryo, D.G. 1983. Farmer Participation in the Training and Visit System and the Role
Of the Village Extension Workers: Experience in Indonesia. dalam Cernea, M.M.
et. al. (Ed). Agricultural Extension by Training and Visist: the Asian Experience.
18 – 25. The World Bank. Washington, D.C. U.S.A.
(Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Lahan dan Tanaman Terpadu dan Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi tanggal 13 – 14 Desember 2004 diselenggarakan Oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi)
Diposkan oleh Ir. Husni Jamal, MAgrSt. di 21:41
5 JURUS KEMAMPUAN KELOMPOK TANI
1. KEMAMPUAN MERENCANAKAN :
A. Kelas Belajar
Merencanakan kebutuhan belajar;
Merencanakan pertemuan/musyawarah.
B. Wahana Kerjasama
Merencanakan pemanfaatan sumberdaya (pelaksanaan rekomendasi teknologi);
Merencanakan kegiatan pelestarian lingkungan.
C. Unit Produksi
Merencanakan definitif kelompok (RDK), Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dan rencana kegiatan kelompok lainnya;
Merencanakan kegiatan usaha(usahatani berdasarkan analisa usaha,peningkatan usaha kelompok,produk sesuai permintaan pasar,pengolahan dan pemasaran hasil, penyediaan jasa).
2. KEMAMPUAN MENGORGANISASIKAN :
A. Kelas Belajar
Menumbuh kembangkan kedisiplinan kelompok;
Menumbuh kembangkan kemauan/motivasi belajar anggota.
B. Wahana Kerjasama
Mengembangkan aturan organisasi kelompok.
C. Unit Produksi
Mengorganisasikan pembagian tugas anggota dan pengurus kelompoktani.
3. KEMAMPUAN MELAKSANAKAN :
A. Kelas belajar
Melaksanakan proses pembelajaran secara kondusif;
Melaksanakan pertemuan dengan tertib.
B. Wahana Kerjasama
Melaksanakan kerjasama penyediaan jasa pertanian;
Melaksanakan kegiatan pelestarian lingkungan;
Melaksanakan pembagian tugas;
Menerapkan kedisiplinan kelompok secara taat azas;
Melaksanakan dan mentaati kesepakatan anggota;
Melaksanakan dan mentaati peraturan/perundangan yang berlaku;
Melaksanakan pengadministrasian/pencatatan kegiatan kelompok.
C. Unit Produksi
Melaksanakan pemanfaatan sumberdaya secara optimal;
Melaksanakan RDK dan RDKK;
Melaksanakan kegiatan usahatani bersama;
Melaksanakan penerapan teknologi;
Melaksanakan pemupukan dan penguatan modal usahatani;
Melaksanakan pengembangan fasilitas dan sarana kerja;
Melaksanakan dan mempertahankan kesinambungan produktivitas.
4. KEMAMPUAN MELAKUKAN PENGENDALIAN DAN PELAPORAN :
Mengevaluasi kegiatan perencanaan;
Mengevaluasi kinerja organisasi/kelembagaan;
Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan kelompoktani;
Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan.
5. KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN KEPEMIMPINAN KELOMPOKTANI :
A. Kelas Belajar
Mengembangkan keterampilan dan keahlian anggota dan pengurus kelompoktani;
Mengembangkan kader-kader pemimpin;
Meningkatkan kemampuan anggota untuk melaksanakan hak dan kewajiban.
B. Wahana Kerjasama
Meningkatkan hubungan kerja sama dalam pengembangan organisasi;
Meningkatkan hubungan kerja sama dalam pengembangan usahatani.
C. Unit Produksi
Mengembangkan usaha kelompok;
Meningkatkan hubungan kerja sama dengan mitra usaha.
Tablet Windows 8 Sudah Dikawal Penangkal Virus
Namun seperti diketahui, fitur personalisasi yang dapat meningkatkan keamanan dan menjaga hal privat di perangkat tablet PC masih belum sekuat di komputer (PC atau notebook).
Nah, celah inilah yang coba diisi Windows 8 kala terjun ke ranah tablet PC. Mereka mengklaim personalisasi tablet Windows 8 akan lebih secure (aman).
"Tablet Windows 8 dipastikan memiliki keamanan personalisasi melalui fitur Windows Log On," tegas Andreas Diantoro selaku Presiden Direktur Microsoft Indonesia di sela peluncuran Windows 8 di Jakarta, pada Sabtu (27/10/2012).
Ia menambahkan, fitur Log On sebenarnya sudah ada pada versi-versi Windows sebelumnya. Namun sistem operasi untuk tablet yang pertama menggunakan fitur ini adalah Windows 8.
Fitur Log On adalah profil personalisasi yang selama ini ada pada Windows yang mana mengharuskan pengguna memasukkan password sebelum masuk ke tampilan desktop.
Namun bila pengguna ingin meminjamkan tablet miliknya ke pengguna lainnya, pemilik tablet hanya perlu mengaktifkan fitur guest atau membuat akun lain pada perangkatnya.
Dengan begitu data rahasia/privat yang ada pada perangkat tablet hanya dapat diakses oleh pengguna yang memiliki otorisasi.
Selain itu kelebihan tablet yang menggunakan Windows 8 adalah terkait keberadaan software anti virus yang sudah terintegrasi di dalamnya, yakni Windows Defender.
Dengan adanya anti virus ini, Microsoft mengklaim bahwa pengguna tablet Windows 8 sudah terlindungi dari ancaman virus sejak tablet tersebut pertama kali digunakan.
Namun bila pengguna ingin menggunakan antivirus lain, secara otomatis Windows Defender akan ter-disablesesaat setelah anti virus lain diinstal.
Sebaliknya, bila anti virus lain tersebut dinonaktifkan (uninstal), dengan sendirinya Windows Defender akan aktif kembali.
Western Digital Raup USD 4 Miliar
Dalam periode itu, mereka juga sukses melakukan pengiriman hard drive sebesar 62,5 juta unit dan pendapatan bersih sebesar USD 519 juta, atau USD 2,06 per lembar saham.
Laba bersih non-GAAP WD sebesar USD 594 juta atau USD 2,36 per lembar saham. Pada kuartal tahun sebelumnya perusahaan melaporkan pendapatan sebesar USD 2,7 miliar, laba bersih sebesar USD 239 juta atau USD 1,01 per lembar saham dan mengirimkan 57,8 juta hard drive.
Perusahaan ini menghasilkan USD 936 juta dalam bentuk tunai dari operasionalnya selama kuartal bulan September (Juli – September).
Selama kuartal ini perusahaan menghabiskan USD 218 juta untuk membeli kembali 5,2 juta lembar saham biasa (common stock). Sementara pada 13 September lalu, perusahaan mengumumkan deviden sebesar USD 0,25 per lembar saham biasa, yang dibayarkan pada 15 Oktober.
"Kami gembira bisa melaksanakan satu kuartal lagi dengan kinerja keuangan yang kuat, meneruskan catatan pelaksanaan kerja kami yang konsisten," kata John Coyne, Chief Executive Officer WD.
"Ketika lingkungan makro ekonomi mengurangi permintaan jangka pendek, kami tetap percaya diri akan pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan dalam penciptaan, penyimpanan dan pengelolaan konten digital," pungkasnya, dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/10/2012).
Subscribe to:
Posts (Atom)